KURIKULUM
Salah satu komponen
penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum, karena kurikulum merupakan
komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap pendidikan, baik oleh
pengelola maupun penyelenggara; khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Oleh
karena itu, sejak Indonesia memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan pendidikan
bagi anak-anak bangsa, sejak itu pula pemerintah menyusun kurikulum. Dalam hal
ini, kurikulum dibuat oleh pemerintah pusat secara sentralistik, dan
diberlakukan bagi anak bangsa di seluruh tahan air Indonesia.
Beberapa
definisi Kurikulum
Biasanya kurikulum lazim dipandang suatu “rencana”[1] dan “aturan” untuk
mengarahkan kemana pendidikan itu akan dibawa.
Ada beberapa ahli mendefinisikan kurikulum
“Kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau
pengajaran”[2]
Kurikulum merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam
proses kegiatan belajar-belajar.”[3]
Komponen
Kurikulum
Kurikulum mempunyai beberapa komponen yang harus
diperhatikan. Berapa komponen kurikulum
tersebut diantaranya:
Tujuan
Tujuan merupakan salah satu
komponen yang sangat penting dalam pengembangan Kurikulum. Menurut
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan dan isi atau bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar. Setiap rencana harus memiliki
tujuan agar dapat ditentukan apa yang harus dicapai, serta apa yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Ada beberapa alasan mengapa
tujuan perlu dirumuskan dalam kurikulum:
1. Tujuan
erat kaitannya dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap upaya
pendidikan.
2. Melalui
tujuan yang jelas, maka dapat membantu para pengembang kurikulum dalam
mendesain model kurikulum yang dapat digunakan bahkan akan membantu guru dalam
mendesain system pembelajaran.
3. Tujuan
kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai control dalam menentukan
batas-batas dan kualitas pembelajaran.
Tujuan pendidikan dari yang bersifat umum sampai kepada
tujuan khusus itu dapat diklafikasikan menjadi empat:
1. Tujuan
Pendidikan Nasional (TPN)
Tujuan Pendidikan Nasional
yang bersumber dari sistem nilai Pancasila dirumuskan dalam Undang-undang No.
20 Tahun 2003, Pasal 3, yang merumuskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang
bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
2. Tujuan
Institusional (TI)
Tujuan Institusional adalah tujuan yang harus dicapai
oleh setiap lembaga pendidikan.
3. Tujuan
Kurikuler (TK)
Tujuan Kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh
setiap bidang studi atau mata pelajaran.
4. Tujuan
Intruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP)
Tujuan Pembelajaran adalah kemampuan atau keterampilan
yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses
pembelajaran tertentu.
Bahan
ajar (Materi)
Sumber
Materi Kurikulum[4]
1.
Masyarakat
beserta Budayanya sabagai Materi
Kebutuhan masyarakat
lingkungan sekitar atau lokal diperlukan oleh sebab setiap daerah memiliki
kebutuhan dan karakteristik yang berbeda baik dilihat dari sudut geografis,
budaya dan adat istiadat maupun potensi daerah.
Misalnya daerah kota, pegunungan dan pesisir masing-masing mempunyai
kebutuhan yang berbeda.
Perkembangan budaya nasional
adalah perkembangan yang terus-menerus, yang selamanya ada dalam status “in the
making” oleh karena itu, materi kurikulum selamanya harus berubah sesuai dengan
kemajuan dan perkembangan masyarakat. Materi kurikulum sebagai alat pendidikan
harus bersumber dari kepentingan masyarakat global.
2.
Siswa
sebagai Sumber Materi
Salah
satu fungsi pendidikan adalah pengembangkan seluruh potensi siswa. Maka kebutuhan anak harus menjadi salah satu
sumber materi kurikulum. Ada beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam perumusan isi kurikulum dikaitkan dengan
siswa, yakni:
1. Kurikulum sebaiknya
disesuikan dengan perkembangan anak
2. Isi kurikulum sebaiknya
mencakup keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dapat digunakan siswa dalam
pengalamannya sekarang dan juga berguna untuk menghadapi kebutuhannya pada masa
yang akan datang.
3. Siswa hendaknya didorong
untuk belajar berkat kegiatannya sendiri dan tidak sekedar menerima secara pasif
apa yang diberikan guru.
4. Apa yang dipelajari siswa
hendaknya sesuai dengan minat.
Dari pandangan Crow di atas, maka perumusan kurikulum
jelas apa yang menjadi minat siswa yang menjadi acuan kurikulum. Kebutuhan siswa sebagai dasar penetapan
materi kurikulum dapat dipandang dari dua sisi, yaitu psikobiologis dan sisi
kehidupan sosial. Psikobiologis apa yang timbul dari psikologis dan biologis
yang dinyatakan dalam keinginan dan harapan mereka. Sedangkan sisi sosial berkenaan dengan
tuntutan masyarakat.
Ada 5
pokok kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow, kebutuhan manusia itu terdiri
dari kebutuhan akan:
1. Survival atau kebutuhan fisiologis
2. Security atau kebutuhan rasa aman
3. Love and belonging atau kebutuhan untuk dicintai
4. Self esteem atau kebutuhan personal (harga diri)
5. Self-actualization kebutuhan untuk mengaktualisasikan
diri.
3.
Ilmu Pengetahuan sebagai Sumber Kurikulum
Ilmu pengetahuan harus
menjadi sumber perumusan tujuan kurikulum, karena ilmu pengetahuan merupakan
kebutuhan yang harus dipenuhi. Ilmu adalah pengetahuan yang terorganisir secara
sistematis dan logis. Para pengembang
kurikulum tidak perlu bersusah-susah menyusun bahan sendiri. Mereka tinggal memilih materi mana yang perlu
dikuasai oleh anak didik berdasarkan disiplin ilmu sesuai dengan taraf
perkembangan anak didik serta sesuai dengan kepentingannya.
Tahap
Penyeleksian Materi Kurikulum
Ada beberapa tahap
dalam menyeleksi bahan kurikulum
1. Identifikasi Kebutuhan. Kesesuaian dengan harapan dan kenyataan. Penentuan materi kurikulum harus dimulai
dengan penilaian.
2. Mendapatkan bahan kurikulum. Proses pelaksanaan diperlukan perencanaan
yang matang serta motivasi dan keseriusan yang sungguh-sungguh.
3. Analisis bahan.
Kesalah menilai bahan kurikulum baik dilihat dari sudut kelengkapan,
maupun keakuratannya dapat mengakibatkan rendahnya kualitas kurikulum.
4. Penilaian bahan kurikulum. Menilai, apakah bahan itu layak digunakan
atau tidak, sesuai dengan tuntutan kurikulum atau tidak.
5. Membuat keputusan mengadopsi bahan. Membuat keputusan apakah bahan layak untuk
diadopsi atau tidak, merupakan tahap terakhir menyeleksi bahan.
Jenis-jenis
Materi Kurikulum
Menurut
Hilda Taba, materi dapat digolongakan menjadi 4 tingkatan, yaitu:
1. Fakta Khusus. Bentuk materi kurikulum yang sangat
sederhana. Biasanya merupakan informasi
yang tingkat kegunaannya paling rendah.
2. Ide-ide pokok. Bisa
berupa prinsip atau general. Memahami
ide pokok, memungkinkan kita bisa menjelaskan sejumlah gejala spesifik atau
jumlah materi pelajaran.
3. Konsep.
Memahami konsep berarti memahami sesuatu yang abstrak sehingga mendorong anak untuk berpikir
lebih dalam.
4. Sistem berpikir.
Berhubungan dengan kemampuan untuk memecahkan masalah secara empirik,
sistematis, dan terkontrol yang kemudian dinamakan berpikir ilmiah.
Kriteria
penetapan Materi Kurikulum
Secara
umum ada beberapa pertimbangan dalam menetapkan materi yang baik, khususnya
ditinjau dari sudut siswa, yakni:
1. Tingkat Kematangan Siswa. Setiap anak memiliki perkembangan dan tingkat
kematangan yang berbeda untuk itu perlu diperhatikan dalam tingkat mana anak
tersebut.
2. Tingkat Pengalaman Anak
Pengalaman anak akan menentukan tingkatan kemampuannya
untuk melakukan sesuatu.
3. Tingkat Kesulitan Materi
Materi kurikulum harus disusun dari yang mudah menuju ke
yang sulit dari konkret menuju yang abstrak, dari yang sederhana menuju kepada
yang komplek.
Proses
(strategi dan media)
Evaluasi
Penyempurnaan
kurikulum
Landasan
Kurikulum
Kurikulum sebagai rancangan
pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup central dalam seluruh kegiatan
pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat
pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan
kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan sembarangan.
Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan atas
hasil-hasil pemikiran dan pemikiran dan penelitian yang mendalam. Maka jika landasan itu dapat dipenuhi dan
dipikirkan dengan baik, pasti kurukulum yang menjadi pondasi dalam pendidikan
akan lebih baik.
Ada
landasan yang harus diperhatikan, agar lebih memperkuat pondasi tersebut. Yang
harus ada dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu landasan filosofi, landasan
psikologis, landasan sosial budaya, serta perkembangan ilmu pengetahuan.
Landasan
Filosofi
Pendidikan berintikan
interaksi antara manusia. Di dalam
interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta proses bagaimana
interaksi tersebut berlangsung. Apakah
tujuan pendidikan, siapa pendidik dan terdidik, apa isi pendidikan dan
bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut, pertanyaan ini membutuhkan
jawaban yang mendasar, yang esensial yaitu jawaban-jawaban filosofis.
Arti hafiah filosofis yaitu
“cinta akan kebijakan”. Untuk dapat
menjadi orang bijak dan berbuat secara bijak, ia harus tahu atau
berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperolah dari proses berpikir secara sistematis, logis, dan
mendalam. Pemikiran demikian dalam filsafat sering disebut sebgai pemikiran
radikal, filsafat berarti upaya untuk menggambarkan dan menyatakan suatu
pandangan yang sistematis dan komprehensif tentang alam semesta dan kedudukan
manusia di dalamnya. Filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia,
berusaha melihat segala yang ada ini sebagai satu kesatuan yang menyeluruh dan
mencoba mengetahui kedudukan manusia di dalamnya.
Filsafat berupaya merangkum
atau meninteraksikan bagian-bagian ke dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan
bermakna. Filsafat melihat segala sesuatu dari sudut bagaimana seharusnya, faktor-faktor
subjektif dalam filsafat sangat berpengaruh. Filsafat memberikan landasan dasar
bagi ilmu lain. Kedua dapat memberikan bahan-bahan bagi menusia untuk membantu
memecahkan sebagai masalah dalam kehidupan manusia.
Dasar-dasar
filsafat John Dewey
Konsep filsafat John
Dewey tentang dunia yang selalu berubah,
mengalir. Bagi John Dewey tidak ada
sesuatu yang menetap dan abadi semuanya berubah. Pandangan John Dewey tentang
dunia adalah monistik dan tidak lebih dari sebuah hipotesis. Filsafat John
Dewey lebih berkenan dengan epistemology dan tekanannya kepada proses berpikir.
Proses berpikir merupakan proses pemecahan yang bersifat tentatif, antara ide
dengan fakta, antara hipotesis dengan hasil. berpikir merupakan pengecekan
kejadian yang nyata. Dalam filsafat John Dewey kebenaran itu terletak dalam
perbuatan, yaitu adanya persesuaian antara hipotesis dengan kenyataan.
Tujuan perkembagan manusia adalah
self realization. Pengrtian self bagi
John Dewey adalah sesuatu yang konkrit bersifat empiris tidak dapat dipisahkan
dari pengalaman dan lingkukan self realization hanya dapat diperolah melalui
pengalaman dan interaksi dengan yang lain.
Teori
John Dewey tantang pendidikan
Pendidikan berarti
perkembangan, perkembangan dari sejak lahir hingga menjelang kematian. Jadi, pendidikan itu berarti sebagai kehidupan. Bagi John Dewey ini berarti bahwa proses
pendidikan itu tidak mempunyai tujuan di luar dirinya, tetapi terdapat dalam
pendidikan itu sendiri. Proses
pendidikan bersifat kontinu.
Pendidikan
merupakan reorganisasi dan rekonstruksi yang konstan dari pengalaman. Pada setiap saat ada tujuan, perbuatan
pendidikan selalu di tujukan untuk mencapai tujuan. Setiap fase perkembangan kehidupan, masa
kanak-kanak, masa pemuda, dan dewasa, semuanya merupakan fase pendidikan, semua
yang dipelajari pada fase-fase tersebut mempunyai arti pengalaman. Pendidikan itu terakhir, kecuali kalau
seseorang sudah mati.
Tujuan pendidikan diarahkan untuk mencapai suatu
kehidupan yang demokratis, yaitu hidup bersama, pengalaman bersama dan
komunikasi bersama. Tujuan pendidikan merupakan usaha agar individu melanjutkan pendidikannya. Untuk mengetahui bagaimana proses belajar
terjadi pada anak, yaitu ada persyaratan
untuk tumbuh. Syarat pertumbuhan adalah adanya kebelum dewasaan (immaturity),
yang berarti kemampuan untuk berkembang. Immaturity tidak berarti negatif, tetapi
positif, kemampuan, kecakapan, dan kekuatan untuk tumbuh. Ini berarti menunjukkan
bahwa anak hidup, ia memiliki semangat untuk berbuat. Pertumbuhan bukan berarti sesuatu yang harus
kita berikan, pertumbuhan adalah sesuatu yang harus mereka lakukan sendiri.
Belajar
dari pengalaman adalah bagaimana menghubungkan pengalaman kita dengan
pengalaman masa lalu dan yang akan datang. Belajar dari pengalaman berarti
mempergunakan daya pikir replektif, dalam pegalaman kita. Pengalaman yang efektif adalah pengalaman replektif.
Ada lima langkah berpikir replektif menurut John Dewey, yaitu:
1. Merasakan
adanya keraguan, kebingungan yang menimbulkan masalah
2. Mengadakan
interpretasi tertatif (merumuskan hipotesis)
3. Mengadakan
penelitian atau pengumpulan data yang cermat
4. Memperoleh
hasil dari pengujian hipotesis tentif
5. Hasil
pembuktian sebagai sesuatu yang dijadikan dasar untuk berbuat.
Belajar seperti halnya pendidikan
adalah proses pertumbuhan, belajar dan berpikir adalah satu. Dalam penyusunan bahan ajaran menurut John
Dewey hendaknya memperhatikan syarat-yarat berikut: Pertama, bahan ajar
hendaknya konkret, dipilih yang betul-betul berguna dan dibutuhkan,
sipersiapkan secara sistematis dan mendetail, kedua, pengetahuan yang telah
diperoleh sebagai hasil belajar, hendaknya ditempatkan dalam kedudukan yang
berarti, yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru, dan kegiatan yang
menyeluruh. Bahan pelajaran harus
berisikan kemungkinan-kemungkinan, harus mendorong anak untuk bereksperimen. Bahan pelajaran tidak diberikan dalam
disiplin-disiplin yang ketat, tetapi merupakan kegiatan yang berkenaan dengan
sesuatu masalah (problem). Demikian pula
dengan metode harus flesibel dan menimbulkan inisiatif kepada para siswa.
Sekolah
merupakan suatu kingkungan khusus, bagian dari lingkungan manusia, yang
mempunyai peranan dan fungsi khusus. Fungsi khusus dari sekolah adalah:
1. Menyediakan
lingkungan yang disederhanakan. Karena tidak mungkin kita memasukkan seluruh
peradapan manusia yang sangat komplek itu ke sekolah. Demikian pula, para siswa
tidak mungkin dapat memahami seluruh masyarakat yang komplek tersebut. Itulah sbabnya sekolah merupakan lingkungan
masyarakat atau lingkungan hidup manusia yang disederhanakan.
2. Membentuk
masyarakat yang akan datang yang lebih baik. Para siswa tidak belajar dari masa lampau,
tetapi belajar dari masa sekarang untuk memperbaiki masa yang akan datang.
3. Mencari
keseimbangan dari bermacam-macam unsur yang ada di dalam lingkungan. Sekolah memberi kesempatan kepada setiap
individu/siswa untuk memperluas lingkungan hidupnya.
Sekolah
sebagai lingkungan yang khusus hendaknya memberikan pengaruh sosial, dengan
cara mendorong kegiatan-kegiatan yang bersifat intrinsik, dalam suatu arah yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, melalui imitasi, persainga sehat, kerja
sama, dan memperkuat kontrol. Di dalam
organisasi sosial itu setiap siswa mempunyai kesempatan untuk memberikan
sumbangan, melakukan kegiatan-kegiatan, berpartisipasi, semuanya merupakan kontrol
sosial. Di dalam control social ini
tidak ada peraturan umum, sebab kontrol sosial tidak datang dari luar, tetapi
timbul dari kegiatannya sendiri. Tugas guru adalah memberikan bimbingan mengusahakan kerja sama secara individual.
Penjabaran filsafat Progressivism Pragmatis pendidikan
dalam kurikulum dirumuskan dalam tabel berikut:[5]
Dasar Filosofi
|
Progressvism Pragmatis
|
Tujuan
|
Meningkatkan
kehidan sosial yang demokratis
|
pengetahuan
|
Kurikulum
perlu berpusat pada manusianya: proses pembelajarannya harus ‘hidup’ dan
relevan dengan kebutuhan masyarakat
|
Nilai
|
Memproses
perenalism. Deformasi. Peserta didik berperan aktif dalam pembelajaran dan
pendidikannya (CBSA).
|
Materi kurikulum
|
Bagaimana
berpikir, bukan apa yang dipikir; kurikulum merupakan interdisiplin.
|
Metode
|
Bertentangan
dengan guru yang otoriter, banyak kegiatan, perlu mengelola komplik, berfokus
pada kebutuhan siswa, dan kerja sama.
|
Para pemikir
Besar/ahli
|
John
Dewey, Carl Rogers, Abraham Maslow, Charles Simberman, John Holt, A.S. Neill,
Irvan illjch dan Paul Goodman
|
Psikologi
Perkembangan
Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu
sejak masa konsepsi.
Metode
dalam Psikologi Perkembangan menurut beberapa Tokoh
Tokoh
|
Metode
|
Meneliti
|
Kesimpulan
|
(Arnold
Gessel)
|
Ia
mempelajari beribu-ribu anak dari berbagai tingkatan usia, mencatat ciri-ciri
fisik dan mental, pola-pola perkembangan dan kemampuan, serta perilaku
mereka.
|
||
(Sigmund
Freud)
|
Psikoanalitk
|
Mempelajari
proses perkembangan anak sebelumnya, pada masa kanak-kanak.
|
Menurut
mereka pengalaman yang tidak menyenangkan pada masa balita ini dapat
mengganggu perkembangan pada masa-masa berikutnya.
|
(Robert
Havighurst)
|
Sosiologik
|
Ia
mempelajari perkembangan anak dilihat dari tuntutan akan tugas-tugas yang
harus dihadapi dan dilakukan dalam masyarakat.
|
Tugas-tugas
ini disebut sebagai tugas perkembangan
|
(Jean
Piaget)
|
Menurutnya
individu (anak/ dewasa) merupakan kesatuan jasmani dan rohani yang tidak
dapat dipisah-pisahkan dan menunjukkan karakteristik-karakteristik tertentu
yang khas.
|
Aspek
jasmani
Intelektual
Sosial
Emosional
Moral,
semuanya membentuk satu kesatuan yang khas.
|
Hal di atas didasari oleh perbedaan asumsi yang menjadi
titik toloknya, atau perbedaan pendekatan yang mereka pakai, populasi yang
digunakan, atau aspek perkembangan yang menjadi fokus. Adanya
perbedaan-perbedaan tersebut sering menimbulkan kebingungan pada guru, tetapi
justru akan memperluas dan memperkaya pengetahuan para pemakai teori-teori
perkembangan anak.
a. Teori
perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatantentang perkembangan
individu
1.
Pendekatan
pentahapan (stage approach)
Menurut
pendekatan pentahapan, perkembangan individu berjalan melalui tahap-tahap
perkembangan. Setiap tahap perkembangan
mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda dengan tahap yang lainnya. Dalam pendekatan pentahapan, dikenal dua
variasi:
a. Pendekatan
yang bersifat menyeluruh mencakup segala segi perkembangan, seperti
perkembangan fisik dan gerak motorik,
social, intelektual, moral, emosional, religi.
b. Pendekatan
yang bersifat khusus mendepkrisikan salah satu segi atau aspek perkembangan
saja.
2.
Pendekatan
diferensial (differential approach)
Pendekatan differen berpandangan bahwa setiap individu
memiliki persamaan dan perbedaan. Atas dasar persamaan dan perbedaan itu
individu dikategorikan atas kelompk-kelompok yang berbeda, seperti:Jenis
kelamin, ras, agama, status (social-ekonomi). Tetapi ada pula yang dikenal
dengan pengelompokan bersifat bipolar, seperti:
Kelompok
|
Kelompok
|
Introvert
|
Ekstravert
|
Dominan
|
Submisif
|
Agresif
|
Pasif
|
Aktivitas
tinggi
|
Aktivitas
rendah
|
Kholerik
|
Melankolik
|
3.
Pendekatan
ipsatif (ipsative approach)
Sering kali ada sifat
inividu yang hanya dimiliki oleh seorang individu dan tidak dimiliki oleh
individu lainnya. Pendekatan yang
berusaha melihat karakterlistik indiviu-individu inilah yang dikelompokkan
sebagai pendekatan isaptik.
Tahap
perkembangan anak menurut beberapa ahli
Tokoh
|
Teori
|
Usia/th
|
Masa
|
Perkembangan
|
|
J. J. Rousseau
|
0-2
|
Infancy
|
Tahap
perkembangan fisik sebagai binatang yang sehat.
|
||
2-12
|
Childhood
|
Perkembangan
sabagai manusia primitif.
|
|||
12-15
|
Pubescence
|
Masa
berpetualang yang ditandai dengan perkembangan intelektual dan kemampuan
nalar yang pesat.
|
|||
15-25
|
Adolescene
|
Manusia
yang beradab, masa pertumbuhan seksual, sosial, moral, dan kata-kata hati.
|
|||
Stanley Hall
|
Rekapitulasi
|
0-4
|
Infancy
|
Masa
kanak-kanak, masa kehidupan sebagai binatang melata yang berjalan.
|
|
4-8
|
childhood
|
Masa
manusia pemburu
|
|||
8-12
|
Youth
|
Masa
manusia beradab
|
|||
12/13-dewasa
|
Adolescene
|
Masa
manusia beradab
|
|||
Robert J. Havighurst
|
5 fase
|
0-1/2
|
Infancy
|
Masa
bayi
|
|
2/3-5/7
|
Early
childhood
|
Masa
anak awal
|
|||
5/7-masa
pubesen
|
Late
childhood
|
Masa
anak
|
|||
Early
Adolescene
|
Masa
adolesen awal (pubesen ke pubertas)
|
||||
Late
Adolescene
|
Masa
adolesen (pubertas ke dewasa)
|
Robert J. Havighurst, mengatakan ada sepuluh tugas
perkembangan yang harus dikuasai anak pada face yang membentuk pola, yaitu:
1. Kebergantungan-
keberdiriansendiri
2. Memberi
–menerima kasih sayang
3. Hubungan
sosial
4. Perkembangan
kata hati
5. Peran
bio-sosio dan psikologis
6. Penyesuaian
dengan perubahan badan
7. Penguasaan
perubahan badan dan motorik
8.
Belajar memahami dan mengontrol lingkungan
fisik
9. Pengembangan
kemampuan konsep dan sistem -simbol
mampuan melihat hubungan dengan alam
semesta
Hal di atas menurut Robert
J. Havighurst yang harus dipenuhi olah manusia. Jean Piaget mengemukakan tahap-tahp
perkembangan dari kemampuan kognitif anak. Menurutnya ada empat tahap
perkembangan kognitif anak.
Usia
|
Tahap
|
Ciri Perkembangan kognitif
|
0-2
|
Sensorimotor
|
Kemampuan anak terbatas
pada gerak-gerik refleksi, bahasa awal, waktu sekarang, dan ruang yang tekat
saja.
|
2-4
|
Praopersional
|
Anak mulai berkembang
bahasanya, pemikirannya masih statis dan belum dapat berpikir abtrak,
persepsi waktu dan tempat masih terbatas.
|
7-11
|
Konkret
Operasional
|
Anak sudah mampu
menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat,
dan membagi.
|
11-15
|
Formal
Operasiobal
|
Anak sudah mampu berpikir
secara deduktif, induktif, menganalisis, menyintesis, mampu berpikir abstrak
dan berpikir reflektif, serta memecahkan berbagai masalah.
|
2.
Psikologi belajar
Menurut Morris L. Bigge dan Maurice P. Hunt, ada tiga
rumpun teori belajar, yaitu teori disiplin mental, behaviorisme, dan kogniyif
gestalt Fiel.
Prisip-prinsip
Pengembangan Kurikulum
Dalam pegembangan kurikulum ada beberapa prinsip yang
mesti diperhatikan diantaranya:
1.
Prinsip
Relevansi
Pengalaman belajar yang
disusun harus relevan dengan kebutuhan masyarakat. Relevansi terbagi menjadi dua:
a. Relevansi
Internal
Setiap kurikulum harus
memiliki keserasian antara komponen-komponnya, jadi setiap komonen harus
mempunya kaitan satu sama lain.
b. Relevansi
eksternal
Relevan dengan lingkungan peserta didik,
relevan dengan perkembangan zaman, relevan dengan tuntutan dunia pekerjaan.
2. Prinsip
Kontinuitas
Perlu dijaga keterkaitan dan
kesinambungan antara materi dan jenis program pendidikan.
3. Prinsip
Fleksibilitas
Kurikulum dapat dilaksanakan
sesuai situasi dan kondisi yang ada sekarang dan yang akan datang.
- Fleksibel
bagi guru: kurikulum memberi ruang gerak bagi guru untuk mengembangkan program
pengajarannya.
- Flesibel
bagi siswa: kurikulum menyediakan siswa kemungkinan program pilihan sesuai
minat dan bakatnya
4. Prinsip
Keefektivitasan
- Keefektivitas
kegiatan guru dalam mengimplementasikan kurikulum dalam kelas
- Keefektivitasan
kegiatan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar
.
Supervisi
Kurikulum
Definisi
supervisi
Supervisi
adalah
usaha yang dilakukan oleh supervisor dalam bentuk pemberian bantuan, bimbingan,
pengarahan motivasi, nasihat dan pengarahan yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan guru dalam proses belajar dan pada gilirannya meingkatkan hasil
belajar siswa.
Fungsi
supervisi kurikulum
Superpisi kurikulum yang dilakukan berfungsi:
1. Fungsi
edukatif (pendidikan) yaitu sebagai usaha yang dimaksudkan untuk memdidik guru
yang lebih mampu dan lebih baik kualitasnya sesuai dengn tujuan kemampuan
profesional, tuntutan terhadap guru professional dan kenutuhan lapangan
kependidikan di sekolah.
2. Fungsi
kulikuler yaitu berkenan dengan pelaksanaan pengajaran dan peningkatan situasi
belajar mengajar sehingga memungkinkan siswa belajar lebih efektif.
3. Fungsi
kepembimbingan yakni memberikan bantuan bimbingan kepada guru-guru agar mampu
mengatasi kesulitanya sendiri.
4. Fungsi
administratif yang berkenaan dengan kegiatan kepengawasan dan kepemimpinan
terhadap terhadap organisasi guru-guru dalam rangka pendidikan dan pengajaran
sekolah.
5. Fungsi
pengabdian yaitu berkenaan dengan pengabdian supervisor terhadap kepentingan
sekolah, seperti : membantu guru, siswa
dan penyelenggaraan sistem sekolah secara menyeluruh.
Ciri-ciri
Supervisi Kurikulum
Cirri supervisi dalam arti yang sebenarnya dibawah ini
ada beberapa ciri.
1. Supervisi
adalah proses perbaikan pengajaran. Jadi,
program supervisi ini pada hakikatnya adalah satu upaya perbaikan intruksional.
2. Supervisi
memudahkan para siswa belajar. Dengan adanya supervisi maka disediakan kondisi
yang memudahkan para siswa belajar efektif.
3. Supervisi
digunakan menentukan kegiatan-kegiatan mempelajari dan memperbaiki kondisi
lingkukangan belajar dan pertumbuhan para siswa dan guru.
4. Fungsi
utama supervisi adalah untuk membantu situasi belajar bagi siswa. Dengan supervisi agar para guru dapat
melaksanakan tugas kewajibannya sebaik mungkin.
5. Supervisi
adalah proses penyuluhan orang-orang dengan cara yang kreatif dalam memecahkan
masalah, baik masalah perorangan maupun masalah bersama.
Untuk mempermudah melihat perbedaan antara Administrasi
Pendidikan dan Supervisi Pendidikan, dijelaskan dalam tabel berikut ini:
Perbedaan
Administrasi Pendidikan dan Supervisi Pendidikan
Adnistrasi Pendidikan
|
Supervisi Pendidikan
|
|
Tugas
|
Menyediakan
fasilitas material
Personal
Intruksional
|
Mengamati
program efektif/tidak
|
Peran
|
Sebagai
mesin
Pengelola
program
|
Menangani
proses pengajaran
|
Penitikberatnya
|
Otoritas
(penguasa)
|
Service
(Pelayanan)
|
Nama Pelaksana
|
Administrator
|
Supervisor
|
Tugas Keseluruhan
|
Keseluruhan
upaya mengelola sekolah
|
Bagian
dari upaya yang didelegasikan
|
Administrator
adalah supervisor
|
Supervisor
ikut serta secara aktif dalam kegiatan administrasi
|
|
Persamaan
Administrasi Perndidikan dan Supervisi Pendidikan
Administrasi
Perndidikan
|
Supervisi
Pendidikan
|
|
Dasar Tindakan
|
Perencanaan
Diaknosis
inspeksi
|
Perencanaan
Diaknosis
inspeksi
|
Supervisi
dan Perbaikan Kurikulum
Supervisi yang berhasil
harus ditandai oleh adanya perbaikan kurikulum dan pengajaran. Sumber perbaikan kurikulum itu sendiri yang
menjadi tolok ukurnya “Guru”. Jadi,
dalam hal ini yang banyak mendapat sorotan adalah guru untuk itu guru harus
berkualitas. Beberapa cara untuk
meningkatkan kualitas guru, antara lain: Pendidikan, penataran, latihan, inisiatif,
kreativitas, upaya mandiri, informasi yang akurat, Inovatif, melakukan penelitian, bekerja secara
professional.
Berikut ini dikutip beberapa
kemampuan yang harus dimilki seorang guru profesional sebagaimana yang dikemukakan
oleh Louis E. Raths (1967):
1. Menjelaskan
, menyampaikan informasi, mempertunjukan bagaimana melakukan sesuatu
2. Mempunyai
ide untuk memulai (berinisiatif), mengarahkan/memimpin, mengelola
3. Mempersatukan
anggota kelas/ kelompok
4. Memberikan
kenyamanan
5. Menjelaskan
masalah perbedaan sikap dan kepercayaan
6. Menemukan
masalah dalam pembelajaran
7. Menyusun
silabus/ RPP
8. Menilai,
mencatat, melaporkan
9. Berperan
dalam kegiatan masyarakat
10. Mengatur,
mengelola kelas
11. Berperan
dalam kegiatan sekolah
12. Berperan
dalam ruang lingkup sebgai warga Negara dan kaum professional
Perbaikan kurikulum bermula
dari guru karena perbaikan kurikulum harus dimulai dari komponen manusia yang
membina kurikulum itu. Gurulah yang
mengetahui apakah kurikulum relevan dengan tuntutan dan kebutuhan siswa dan
masyarakat. Gurulah yang mengalami
langsung proses kegiatan belajar-mengajar.
Kesimpulan
Di temapat pelayanan saya
GBI Filadelfia, saya melayani anak-anak yang sangat kurang sekali pengatahuan
Alkitabnya tetapi saya diberikan bahan kebalikan dari apa yang ada. Bahan yang saya ajarkan menurut saya masih
sulit kalau melihat anak-anak tersebut, sehingga ketika mangajar saya mendapati
kesulitan untk melibatkan anak-anak tersebut dalam pengetahuan bahan yang
disajikan untuk mereka.
Untuk itu saya melihat ada
kebutuhan materi yang sangat mendesak saya untuk dilaksanakan atau dibuat yaitu
materi yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan murid-murid agar mereka dapat
mengikuti pelajaran dengan baik dan menyesuaikan diri dengan pengetahuan dari
yang mudah menuju kepada yang lengkap.
[1] S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bumi
Aksara, 5,1989.
[2] Nana Syaodih
Sumadinata, Pengembangan Kurikulum,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 5, 2010.
[3] Ibid.
[4] Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 100-124, 2008.
[5] Yulaelawari, Ella,
Kurikulum dan Pembelajaran, Filosofi Teori dan pembelajaran – Filosofi teori
dan Aplikasi. Bandung: Pakar Raya, 2004, 6-7.
No comments:
Post a Comment